Senin, 23 Mei 2016

TINJAUAN EKONOMI POLITIK PARIWISATA FLORES


Oleh : Todis Reo Maghi *)

Tantangan dalam membahas pariwisata di Flores dari perspektif ekonomi politik terutama karena sifat pariwisata yang multi dimensi sehingga semua orang dapat berbeda pandangan sesuai disiplin ilmu masing-masing dan selalu terbuka ruang untuk diperdebatkan.

Bagi penulis, pendekatan ekonomi politik pariwisata di Flores dapat dilihat sebagai penguasaan sumber-sumber daya pariwisata melalui pendistribusian modal serta manfaat ekonomi yang dihasilkannya.

Pariwisata Flores untuk Indonesia

Pulau Flores memiliki kekhasan dan keunikan alam dan budaya yang telah menarik minat kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri. Destination Management Organization of Flores (DMO) merilis bahwa dari delapan destinasi di Pulau Flores, tiga diantaranya merupakan destinasi andalan yakni Ngada, Manggarai Barat dan Sikka, di samping Ende dengan keunikan Danau Kelimutunya.

Semakin tingginya minat wisatawan ke Flores dapat dilihat dari data kunjungan wisatawan yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur bahwa pada Tahun 2012 terdapat kunjungan wisatawan ke Flores sebanyak 146.860 orang yang terdiri dari 109.973 wisatawan domestik dan 36.887 wisatawan mancanegara.

Pertumbuhan pariwisata Flores tentu memberikan andil dalam penerimaan negara berupa devisa yang diperoleh dari wisatawan mancanegara. Mobilitas wisatawan pun turut menggerakkan sektor ekonomi seperti usaha penerbangan dan menyumbangkan penerimaan berupa pajak-pajak bagi negara. Keberadaan akomodasi di Flores pun memberikan kontribusi bagi penerimaan daerah berupa pajak hotel, pajak restoran dan pajak reklame.

Begitu berartinya Pariwisata Flores hingga Presiden Indonesia, Bapak Jokowi pada saat peresmian Terminal Bandara Komodo di Labuan Bajo mengatakan bahwa kawasan wisata seperti Labuan Bajo telah menjadi prioritas pemerintah pusat terlebih Taman Nasional Komodo yang masuk dalam 7 keajaiban dunia dan menjadi salah satu dari 10 destinasi wisata yang wajib dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara.

Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan pariwisata yang tercantum dalam Undang-undang Kepariwisataan antara lain untuk mengentaskan kemiskinan dan mempererat hubungan antar bangsa dalam menjaga ketertiban dunia.

Labuan Bajo, Pintu Masuk Wisatawan ke Flores

Tak dapat dipungkiri bahwa icon Komodo yang berada di Manggarai Barat menjadi tujuan utama wisatawan mendatangi Flores. Masih segar dalam ingatan penulis saat pertama kali menginjakkan kaki di Labuan Bajo pada tahun 1990, suasana Kampung Ujung Labuan Bajo merupakan tempat tambatan perahu yang sepi sambil menunggu kapal penyeberangan menuju Sape, NTB dengan menunggu hampir seminggu tanpa melihat satu orang pun wisatawan asing.

Suasana ini jauh berbeda manakala di akhir bulan April 2016 yang lalu, penulis makan malam di tempat yang sama bersama ribuan wisatawan dimana Kampung Ujung yang telah berubah wujud sebagai pusat kuliner.

DMO mendeskripsikan bahwa kegiatan Pariwisata Flores terus menggerakkan pertumbuhan sektor transportasi udara dengan terus bertambahnya armada penerbangan menuju Flores dengan maskapai Trans, Lion Group, Indonesia air Transport, Sriwijaya, Garuda Indonesia, Batavia, Susy, Kalstar dan NAM Air yang baru saja diresmikan.

Juga disebutkan bahwa sebagian besar wisatawan masuk ke Flores melalui Labuan Bajo (92,79%) dan Flores pun telah menjadi tujuan utama wisatawan ke Indonesia yang menyebabkan rata-rata lama tinggal wisatawan di Flores yang masih 2 hari pada 10 tahun yang lalu dan kini telah mencapai 5,96 hari lama tinggal.

Berkembangnya pariwisata di Flores dengan Labuan Bajo sebagai pintu masuknya tentu berdampak pada terbukanya lapangan kerja secara masif antara lain berkembang pesatnya usaha di bidang usaha akomodasi, makan dan minum serta paket perjalanan wisata.

Salah satu pekerja pariwisata di sebuah hostel tempat saya menginap mengatakan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Pariwisata Labuan Bajo tempat sekolahnya dulu, tiap tahun meluluskan hampir 300 anak didik yang sebagian besarnya langsung terserap dalam industri pariwisata.

Tinjauan Ekonomi Politik Pariwisata Flores

Kekuatan pariwisata Flores telah mengundang para pemilik modal untuk menanamkan investasinya di berbagai sektor usaha jasa pariwisata. Tak terbantahkan bahwa telah banyak investor baik asing maupun domestik berlomba-lomba mengembangkan bisnis pariwisatanya di Labuan Bajo.

Ambil contoh, Grup Perusahaan Plataran Komodo melalui media promosinya telah menjual produknya dalam bentuk unit bisnis yakni Plataran Komodo Resort, Plataran Komodo Beach Resorts, Plataran Phinisi Veseels, dan Plataran Komodo Cruise. Grup ini bahkan telah memiliki lahan investasi di Lengkosambi, Riung Kabupaten Ngada.

Dredge (2001) mengemukakan bahwa ekonomi politik pariwisata tergantung pada bentuk kelembagaan dan hubungan sosial dimana pariwisata sangat dipengaruhi oleh ide-ide, nilai-nilai, persepsi dan keyakinan yang berkembang dari waktu ke waktu dan kemudian tertanam dalam lembaga-lembaga pemerintah daerah dan diwujudkan melalui struktur dan praktek.

Sejalan dengan otonomi daerah, peran pemerintah daerah sangat strategis sebagai penentu kebijakan dalam pembangunan pariwisata. Namun fakta menunjukkan bahwa sampai sejauh ini, struktur dan praktek penyelenggaraan kepariwisataan oleh pemerintah daerah masih jauh dari harapan.

Ide-ide, nilai-nilai, persepsi dan keyakinan bukan semata monopoli pemerintah daerah. Penulis meyakini bahwa ada banyak elemen Flores lainnya yang memiliki kemampuan untuk berkecimpung dalam aktifitas ekonomi politik pariwisata di Flores seperti institusi gereja, lembaga pendidikan, koperasi, dan pemodal asli Flores.

Dengan demikian, tidak semestinya pihak gereja dan para pemodal lokal berpangku tangan melihat booming pariwisata yang telah terjadi di Flores. Ada secercah harapan manakala penulis dalam perjalanan ke Obyek Wisata Batu Cermin, pada lahan-lahan strategis sempat terlihat papan pengumuman bertuliskan “Tanah Milik Keuskupan Denpasar” atau “Pusat Rehabilitasi Damian Cancar”.

Tanpa tekad dan keberanian stakeholders pariwisata di Flores berkompetisi memenangkan ekonomi politik pariwisata, maka pariwisata Flores kedepan cenderung hanya akan terlihat dari sisi negatifnya saja yakni penguasaan sumber-sumber daya pariwisata oleh pemilik modal dari luar sementara masyarakat lokal tersingkirkan atau menjadi pekerja kelas bawah di negeri sendiri. Semoga tulisan ini bermanfaat.

*) Penulis adalah pemerhati pariwisata dan tinggal di Bajawa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar