Kamis, 20 Juli 2017

Tidak ajarkan kejahatan, Kopi Flores hadirkan sedikit efek samping

DEPOK (Flodarita) - Tidak sulit bagi Kopi Flores untuk pecahkan Rekor MURI (Museum Rekor-Dunia Indonesia) karena memang Gerakan Sejuta Cangkir Kopi Flores (GSCKF) ini bersanding bersama Tour de Flores, lomba balap sepeda dunia, satu-satunya event internasional yang digelar di pulau mirip kalajengking itu.

Rekor Kopi Flores ini ditoreh pada Rabu (19 Juli 2017) dimana lebih dari 1.890.000 kompak minum kopi Flores pada pukul 2-4 sore waktu Indonesia tengah (WIT). Sementara jumlah populasi warga Flores saat ini mencapai 2,5 juta lebih. Rekor Muri sebelumnya diraih Kopi Aceh yang hanya mencatat 50,000 jumlah penyeduk air hitam pahit beraroma itu.

Koordinator Umum GSCKF Irjan Buu Lorensius didaulat sebagai wakil komunitas masyarakat kopi Flores dan MURI memberinya penghargaan karena sukses membuktikan pencapaian fantastis ini. MURI kemudian prediksi, butuh waktu 10 tahun untuk patahkan Rekor Kopi Flores.

Acara penyerahan piagam Rekor MURI Gerakan Sejuta Cangkir Kopi Flores (GSCKF) berlangsung di halaman utama kantor Bupati Manggarai Barat.
 
Peran teknologi, handphone dan perangkat jejaring sosial di dalamnya, memudahkan Irjan terkoneksi dengan jutaan insan penikmat kopi Flores hanya dalam kurung waktu 10 hari, butuh 13-14 jam kerja setiap hari.

Irjan, pemuda NTT yang baru saja balik dari Qatar (Timur Tengah) ini penuh semangat mencari dukungan seluruh Bupati di Flores (8 Kabupaten), Dinas Pertanian & Perkebunan, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pariwisata, Dinas Perdagangan, Humas, Infokom, Asosiasi Kopi, koperasi dan kedai kopi yang tersebar di seluruh pulau Flores, dan kelompok masyarakat penikmat kopi.

Selasa, 04 Juli 2017

TdF: you handsome, keep your face !

DEPOK (Flodarita) -

tour de flores (TdF), tentu publik Flores sudah mengenalnya. budaya naik sepeda dayung tak asing untuk kota-kota di Flores, meski hari ini generasi Flores lebih gandrungi sepeda motor. saya sangat mengenang tentang kota Mbay, Nagekeo misalnya (medio 1980-an), justru karena ribuan sepeda yang lalu lalang sepanjang hari, terutama saat pagi dan petang karena petani sawah hampir semua mengayuh sepeda. Sekarang sepeda dayung udah punah dari kota hamparan sawah itu.

Mungkin generasi Flores memang tidak lagi senang dengan sepeda dayung, apalagi menaikinya, maka hadirnya pebalap sepeda dunia di even TdF tidak bisa menarik perhatian mereka. Yang berdiri jejer di tepi jalan selama TdF perdana tahun lalu, apakah mereka hanya ingin lihat wajah-wajah bule ganteng?

saya pribadi senang dan berharap agar TdF bisa membangkitkan kembali budaya ber-sepeda di Flores. yang jadi soal, TdF justru dijadikan media untuk membangkitkan pariwisata. hadirnya bule bule ganteng yang piawai mengayuh sepeda dengan kecepatan sangat tinggi, melebihi kecepatan mobil, justru direspon antipati oleh segelintir publik Flores.

hanya segelintir yang mempersoalkan, tapi karena mereka aktif menulis di medsos (facebook) dan bernuansa memprovokasi yang lain, chairman TdF Primus Dorimulu merespon dengan tulisan (pemaparan) yang sangat baik. semoga respon atau tulisan chairman bukanlah sekedar pelipur lara.