Senin, 27 Juli 2015

AYO, BANTU SEMINARI

Oleh Romanus M. Kota *)

romanus muda kota
Wall Nagekeo Bersatu sempat ramai soal pendidikan di Flores apakah perlu dibantu atau tidak perlu dibantu dengan berbagai argumentasi yang memang menarik untuk disimak bersama.

Tulisan ini hanya mau ikut memberikan sumbang pikir sehingga kita memiliki perspektif yang lebih luas dan saling memperkaya. Tidak ada tendensi untuk menghakimi atau menjustifikasi satu pendapat dan menegasikan pendapat yang lain.

Substansi dari perdebatan itu adalah apakah sekolah Katolik di Flores khususnya lembaga pendidikan Seminari perlu dibantu atau memang tidak perlu dibantu? Kalau perlu dibantu apa alasan pembenarnya dan kalau tidak perlu dibantu mengapa?

Dan tentu ada kelanjutan dari pertanyaan itu adalah apakah pendidikan seminari akan dibiarkan bangkrut atau harus didorong untuk semakin berkembang? Ini konsekwensi dari pilihan – apapun pilihan itu.

Dalam berbagai pertemuan dengan MPK (Majelis Pendidikan Katolik) Keusukupan Bogor dalam satu tahun terakhir dan juga dalam berbagai pertemuan baik diskusi terbatas, seminar dan sejenis lainnya, terungkap kegundahan hati para pendidik dan pengelola dunia pendidikan tentang masa depan pendidikan Katolik di Indonesia. Ada ketakutan yang nyata di depan mata akan kemungkinan bangkrutnya berbagai sekolah Katolik (tentu swasta lainnya juga) karena dominasi peran dari negara yang begitu besar.



Tidak bisa disangkal bahwa Negara dengan anggaran 20% dari APBN memiliki kekuatan financial yang begitu dominan atas sekolah-sekolah swasta manapun di Indonesia. Tidak terkecuali sekolah Katolik termasuk seminari sekalipun. Sekolah-sekolah negeri mendapat ‘kemanjaan’ keuangan yang luar biasa dari Negara termasuk memberikan pendidikan gratis, buku gratis dan gratis, gratis yang lainnya. Lalu bagaimana kita bisa bersaing dengan Negara yang memiliki dana sangat besar, kewenangan dan kemampuan yang luar biasa ini?

Flores menjadi terkenal karena pendidikannya yang dimotori oleh seminari baik seminari menengah maupun seminari tinggi (tentu ada sekolah swasta lainnya, saya tidak mengabaikkan itu). Dan itu masih terasa hingga sekarang ketika kita berada di tengah persaingan, Jakarta misalnya yang luar biasa ketat. Seminari masih disebut sebagai salah satu keunggulan Flores.

Seminari memang tidak akan pernah bisa berhasil mengimamkan semua calonnya. Dan itu wajar saja. Sah-sah saja. Ketika seminari menerima seorang anak manusia untuk dididik menjadi imam, para pastor pembina sudah tahu bahwa hanya sedikit yang bisa menjadi imam. Jadi itu tidak perlu diributkan karena banyak dipanggil sedikit dipilih. Tetapi bagi yang tidak terpilih menjadi imam, mereka tetap menjadi duta gereja di masyarakat, tidak hanya di Flores yang homogen tetapi menjadi nabi dibanyak tempat di dunia ini.

Mereka berpartisipasi untuk menjadi imam, nabi dan guru bagi Yesus dimana saja mereka berada. Ini tidak hanya soal kuantitas tetapi terlebih pada kualitas yang mereka miliki ketika mereka berada di dunia kerjanya masing-masing. Kalau ada satu dua yang ‘rusak’ anggaplah itu Yudas Iskariot di jamannya Yesus. Tidak perlu mengeneralisir dan lalu menjadi apatis dan menghancurkan lembaga yang sangat kredibel dan sangat dibutuhkan – tidak hanya oleh gereja- tetapi oleh negera ini juga.

Karena itu, kembali ke substansi kita, apakah seminari perlu dibantu atau tidak perlu dibantu? Jelas, seminari harus dibantu. Sekolah-sekolah Katolik di Flores pada umumnya harus dibantu juga. Siapa yang harus membantu? Ya kita-kita juga. Mengapa?

Dalam pertemuan dengan berbagai Yayasan Sekolah Katolik seuskupan Bogor, kecemasan akan daya saing sekolah Katolik secara menyeluruh akan melemah karena beban biaya operasional sekolah yang terus meningkat. Sementara tidak bisa dengan mudah menaikan SPP maupun DPP yang dibebankan kepada anak/orang tua. Di luar sana, sekolah negeri memberikan pendidikan gratis dengan fasilitas yang sangat memadai. Lalu apa yang harus anda lakukan?

Kualitas pendidikan tidak bisa terlepas dari kualitas finansialnya. Seminari mau hebat, mau kuat, mau berdaya saing tinggi harus di support dengan keuangan yang juga hebat dan kuat. Kalau tidak bagaimana Anda bisa bersaing? Kalau sekolah Katolik di Flores mau tetap eksis dan berdaya saing tinggi, harus mulai berpikir untuk memperkuat fasilitas sekolah, gaji guru yang kompetitif dan seterusnya. Flores masih beruntung karena guru PNS masih dibolehkan mengajar di sekolah swasta Katolik, tetapi kalau suatu saat, pemerintah pusat menarik seluruh guru negerinya, apakah sekolah swasta Katolik masih hidup, ada? Silahkan menjawab sendiri.

Dalam seminar itu, salah satu pembicara menggambarkan situasi sekolah swasta di Indonesia saat ini dan di masa depan. Gambaran umumya seperti ini. Saat ini, ada tiga kategori sekolah. Pertama, swasta dengan kualitas rendah berada pada dasar piramida. Kedua, sekolah-sekolah negeri yang seluruhnya dbiayai oleh Negara di posisi tengah. Dan ketiga, sekolah-sekolah swasta kaya yang berada di puncak piramida. Dan di masa depan, tinggal dua sekolah yakni sekolah negeri dan sekolah swasta kaya. Apakah ini benar sepenuhnya? Debatable tentunya.

Tetapi bagi saya, gambaran di atas menunjukkan bahwa daya saing lembaga pendidkan swasta di Indonesia akan ditentukan oleh seberapa kuat swasta itu mampu bersaing dengan sekolah negeri dalam hal kualitas, fasilitas dan sebagainya. Bagi yang gagal bersaing akan tereliminir dengan sendirinya alias mati.

Lalu bagaimana dengan Seminari? Tidak ada cara lain, kalau kita mencintai seminari, sebagai tempat persemaian manusia unggul, maka kita harus membantu seminari. Soal menjadi imam atau tidak, itu urusan lain. Tetapi kita percaya di sana anak-anak kita dibentuk dan dididik dengan cara yang benar, tepat dan memiliki jaminan mutu baik dari sisi intelektual, kepribadian maupun pengembangan bakat dan talenta-talenta lainnya.

Karena itu, saya mengajak kita, AYO MARI BANTU SEMINARI. SALAM

*) Penulis adalah Sekretaris Yayasan Yohanes Paulus Depok yang mengelola sekolah PG/TK, SD dan SMP St. Theresia Depok, Jawa Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar