Kamis, 18 Desember 2014

Amatan kecil dari tepi barat terkait pantai Pede

Oleh Kris Bheda Somerpes

Menarik untuk melihat aksi warga dan respon pemerintah serta sesuatu 'jangan-jangan' terkait Pantai Pede Labun Bajo Manggarai Barat. Ada beberapa hal yang dapat disoal di antaranya adalah pertama sikap Pmrpov NTT terkait asset Pantai Pede, kedua terkait respon pemerintah daerah Manggarai Barat, ketiga terkait aksi penolakan warga, dan keempat peran media massa dan jaringan media sosial.
1) Sikap Pemprov NTT

Singkat saja, Pemprov NTT menganggap Pemda Mabar 'tidak ada' dalam peta politik dan pembangunan. Jika 'ada' pertanyaanya adalah mengapa banyak asset-nya yang belum diserahkan ke Pemda Mabar, padahal Mabar sudah sebelas tahun berdiri. Padahal lagi, UU no. 8 thn 2003 mengamanatkan untuk diantaranya pelimpahan asset2 itu.

Mengerikan lagi, asset-nya semisal pantai Pede justru dilimpahkan Pemprov ke pihak ketiga untuk dikelola.
Terlepas dari frame pembangunan yang cenderung kapitalis, fakta lain sebenarnya adalah Pemprov tidak yakin dengan Pemda Mabar untuk mengurus-kelola Pantai Pede. Buktinya dua peraturan daerah terkait dan yang bersinggungan dengan pengelolaan Pantai Pede yang ditelorkan Pemda Mabar dicoret Pemprov NTT. Kata Pemprov, itu perda 'liar'.

Oleh karenanya pada November kemarin Pemprov melayangkan surat ke Pemda Mabar untuk segera memfasilitasi proses pembangunan hotel di Pantai Pede. Rupa-rupanya desakan dari pihak investor kencang dilayangkan ke Pemprov.

2) Sikap Pemda Mabar

Singkat saja, Pemda Mabar sudah sedang memainkan 'Politik Pontius Pilatus' alias cuci tangan dan menyerahkan sepenuhnya ke warga/masyarakat Mabar untuk mengambil keputusan sendiri. Pernyataan-pernyataan ''tidak bernai'', ''kami di belakang'', ''kalian yang maju", ''kami hanya fasilitator'', ''kami mediator'', ''kami buka ruang'' dst menunjukkan dengan amat jelas bahwa Pemda Mabar tidak punya nyali. Takut bahkan banci.

Padahal berangkat dari semua alasan yang sudah diteriaki warga, Pemda seharusnya tidak punya alasan untuk takut menggonggong dan bahkan main kasar dengan Pemprov.

3) Jangan-jangan

Wakil bupati Maxi Gasa dalam pertemuan dengan forum lintas komunitas orang muda save pede pada selasa kemarin mengatakan bahwa "intinya, jangan ada kepentingan politik tertentu dalam kasus ini, 2015 kan sudah dekat". Di balik pernyataan ini, tersirat nuansa 'jangan-jangan' terkait kasus pantai Pede. Dugaan saya, rupa-rupanya ada barter kepentingan antara tiga pihak ini: bupati mabar (calon bupati periode mendatang) - frans lebu raya (PDIP) - investama manggabar (Golkar-setya novanto).

Terkait kasus pantai Pede, dugaan saya adalah Frans Lebu Raya dan Gusti Dulla sedang tawar-menawar kepentingan. "Gue izinin IM bangun hotel di pantai pede yang penting gue diusung PDIP ya". Atau ''lu mau diusung PDIP gak lu, kalau mau, ya udah, izinin mitra gue bangun hotel di situ". Lalu keduanya sama-sama bilang "jangan omong siapa-siapa ya, kita main halus saja".

Faktanya, sampai hari ini saya pribadi tidak menemukan alasan yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan bupati Mabar kepada publik. Alasan yang meyakinkan dan membuat saya angguk. Semua alasan yang ada hanya alas-alasan.

4) Aksi Penolakan Warga

Singkat saja, warga dibiarkan jalan sendiri. Belum lagi mungkin di dalam tubuh warga ini sendiri rapuh. Sangat mungkin pula untuk di tusuk-rasuk kepentingan tertentu. Alias tidak menutup kemungkinan ada penumpang gelap dalam gerakan dan aksi selama ini.

Dalam posisi seperti itu, memang konsistensi perjuangan warga diuji, strategi gerakan dipertaruhkan bahkan 'nama baik' tak dinyana akan diasumsi macam-macam. Tapi warga adalah warga, tidak semua tak berkepala tegak. Jadi sekali pun dibiarkan jalan sendiri, perjuangan tetap akan dilancarkan. Pun kian masif, kian garang. Sebagai awas, pada saat yang sama peta gerakan dibentangkan di hadapan ruang amatan.

5) Respon Media massa dan media sosial

Singkat saja, media massa adalah pilar demokrasi yang selama ini bersama gerakan aksi penolakan turut andil ''memukul gong" dan "menabuh genderang perang". Menariknya, soliditas wartawan Manggarai Barat telah memampukan mereka 'menghajar' ketimpangan secara lugas dan tegas.

Terkait kasus pantai pede, media massa tidak tinggal diam. Sebagai bagian gerakan perubahan, media massa mencoba untuk melakukan kampanye publik bukan hanya soal pede, tetapi lebih luas menghajar ketimpangan-ketimpangan pembangunan yang selama ini terjadi. 'Mereka pukul pas di jantung ketimpangan' kata saya.
Itu sudah.......
-----darikakibatu-----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar